Monday, July 7, 2014

Husein si "Gila"

Salah satu ajaran terbaik sufi tentang kesabaran terdapat dalam kisah tentang Husein si gila, seorang petani yang tinggal di sebuah desa di Turki Tengah. Ketika ia menikahi seorang perempuan muda dari desanya, dua cendikiawan pengembara hadir dalam pesta pernikahannya. Keduanya diberi kehormatan duduk di meja pasangan pengantin baru itu. Mereka berdua mulai berdiskusi tentang tafsir Al-Quran,tema-tema teologi, dan sejarah Islam dengan mengutip berbagai karya ulamatekemuka. Husein terpesona mendengarkan perbincangan mereka. Ia sendiri sadar tidak pernah makan bangku pendidikan formal. Tiba-tiba, hasratnya berkobar-kobar untuk belajar dan menjadi cendikia.

 Setelah Husein menghabiskan malam pertamanya bersama sang istri. Esok harinya, ia mendadak bilang kepada istrinya bahwa ia ingin pergi ke Istanbul untuk belajar dan menajdi cendikia. Lalu Ia meminta Istrinya mengurus lahan pertanian mereka sampai Ia kembali pulang. Sejak hari itulah Husein dikenal warga desanya sebagai pria gila, yang meninggalkan istrinya yang masih muda dan cantik untuk pergi jauh menuntut ilmu. Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang terjadi pada Husein.

 Selama bertahun-tahun tidak ada kabar apapun tentang dirinya. Banyak dari tetangga desanya mengira iasudah meninggal. Namun kenyataannya, Husein berhasil sampai di Istanbul, Hingga dua puluh tahun kemudian, setelah ia merasa cukup terhadap apa yang dipelajarinya.Husein memutuskan pulang. Ketika itu juga husein sangat ingin menjumpai istrinya, dan keluarganya. Setelah perjalanan panjang, Ia tiba di sebuah desa yang berjarak satu hari perjalanan dari desanya. Seorang petani disana menawari bermalam. Setelah makan malam, si petani bertanya kepada husien tentang pembelajaranya. Ia pun bercerita bangga bahwa ia baru saja meneyelesaikan studi selama 20 tahun pada beberapa cendikiawan terkemuka di Istanbul.

 Si petani bertanya, “Kalau begitu, kau bisa beri tahu aku, apa awal kebijaksanaan?”.

 Husein menjawab, “Para alim mengatakan, awal kebijaksanaan adalah percaya pada Tuhan.”

Si petani berujar, “bukan. Bukan itu jawaban yang benar.”
 Untuk mendukung jawabannya, Husein mengutip berbagai pendapat dan pemikiran para cendikiawan tersohor, tetapi si petani selalu menanggapinya dengan ucapan : "Bukan! Itu pun bukan jawabannya.”

 Husein bertanya, “Bagaimana kau tahu jawabannya tidak benar?”

 “Aku tahu”

 “Jikakau memang tahu, apa sesungguhnya awal kebijaksanaan?”

“Aku akan senang memberi tahu jawabannya kepadamu. Lalu selama dua puluh tahun kemarin, apa saja yang kaupelajari? Mengapa kau masih memperlajari soal ini?Sebenarnya, aku bisa mengajarimu tentang awal kebijaksanaan, tetapi itu akan makan waktu setahun lamanya.”
 Husein yakin, si petani itu benar-benar tahu jawabannya sehingga ia setuju menghabiskan satu tahun belajar dengannya. Keesokan paginya, si petani berkata,“Sudah waktunya bekerja di ladang” “Tapi ku kira kita akan belajar”. “Ya,memang beginilah cara kita belajar” kata petani itu.
 Mereka bekerja sepanjang hari, bulan demi bulan, mereka bekerja keras di ladang.Hingga satu tahun sudah dilewatinya sejak pertama kali datang di desa itu hanya untuk mengetahui apa sesungguhnya awal kebijaksanaan? “ Keesokan harinya, Husein langsung menunggu jawaban atas pertanyaan si petani setahunsilam. Si petani hanya berujar, “Awal kebijaksanaan adalah kesabaran.” Lantas Husein terkejut, “Apa? Kau membuatku bekerja untukmu seperti budak selama setahun hanya untuk jawaban yang sesederhana itu.”

Dengan perasaan kesal Husein pun langsung pergi ke desanya, saat tiba dekat rumahnya, ia melihat di teras rumahnya, duduk istrinya bersama seorang laki-laki. Setelah 21 tahun, inilahpertama kalinya ia melihat istrinya lagi. Namun, ia lihat istrinya sedang duduk di kursidengan sembari mengelus-elus kepala pria muda berwajah tampan. Amarah Husein seketika naik, melihat istrinya yang dianggap tidak setia. Lalu dengan gejolak emosi menyesaki dadanya,ia mengambil belati dan bersiap-siap untuk menusukkan pada istrinya danlaki-laki itu. Namun tiba-tiba, ia ingat masa setahun yang dilewatinya bersama petani. Ia berkata pada dirinya, “Bersabarlah. Aku baru saja menghabiskan waktu setahun untuk belajar kesabaran. Mungkin tidak seharusnya aku bereaksi terlalu cepat.” Maka, ia simpan kembali belatinya. Kemudian Husein pergi menuju masjid untuk mengerjakan shalat Isya.

 Tidak seorang pun mengenali Husein. Ia melihat Pria muda yang dilihat Husein di rumahnya berjalan mendekati masjid dan menjadi Imam. Lalu Husein bertanya, Siapa pria yang menjadi imam itu?” “Itu Jamal, anak Husein gila,” seseorang menjawab pertanyaannya. “Ia lahir sembilan bulan setelah Husein pergi. Karena suaminya tergila-gila menuntut ilmu, istri Husein menabung semua penghasilannya untuk biaya pendidikan Jamal. Hingga Jamal pun menjadi orang yang paling terpelajar diantara kami dan sekarang ia menjadi imam kami.” Jawab salah satu jamaah Usaishalat Isya, Husein meningggalkan masjid dan pergi ke desa si petani yang barusaja ditinggalkannya. Kemudian Ia berlutut dan berseru, “Terimakasih guruku,Kau sudah selamatkan hidupku dan keluargaku.”