RAYYA
Cahaya di Atas
Cahaya
“Hidup bukan tentang
memilih, tapi dipilihkan, dan aku memilih kamu, tapi dia istriku”,Bram
berkata kepada Rayya. Bram adalah seorang pilot yang menjadi pacar Rayya. Tapi
ternyata Bram berbohong, dia sudah terlebih dahulu tunangan dengan wanita lain
sebelum dia pacaran dengan Rayya dan sampai akhirnya si Bram menikah dan baru
engungkapkan pernikahannya kepada Rayya saat istri Bram sedang hamil. Bram
harus bertanggung jawab pada pilihan yang telah dia terima, dia telah menikah
dan dia harus bertanggung jawab pada istri dan juga keluarga, dia gak memilih
Rayya, seorang artis terkenal ,kaya, dan cantik. Rayya adalah seorang artis
besar yang di film ini digambarkan sebagai artis nomor satu di Indonesia. Dia
bisa memilih lelaki manapun yang ia mau. Sampai saatnya Rayya melakukan
perjalanan dan ia hanya ingin ditemani oleh photographer nya saja, berdua.
Kemal, itu nama photographer nya. Mereka melakukan perjalanan berdua mencari spot yang indah untuk melakukan
pengambilan gambar Rayya. Dalam perjalanan mereka suka berbeda pendapat dan adu
bacot, sampai pada saatnya Rayya mengusir si Kemal. Pengusiran tersebut
dilakukan karena si Kemal sempat berbohong kepada Rayya perihal pengusiran yang
dilakukan si Kemal kepada anak kecil yang ingin bertemu Rayya. Kemal tak terima
pengusiran dirinya oleh Rayya, Kemal membentak Rayya “Kamu ini manusia keramik,
kau ingin manusia menjagamu, melayanimu, tapi kau sendiri gak ada isi nya !
kosong !”,kira-kira begitu ucapan yang dilontarkan Kemal kepada Rayya. “Jangan pernah
menganggap sepele kebohongan”, Rayya membalas perkataan Kemal. Mungkin ucapan
itu terlontar dari mulut Rayya karena dia telah merasakan sendiri dampak akibat
dari kebohongan, seperti kebohongan Bram kepada Rayya sebelumnya.
Kemal pergi, Arya datang, seorang photographer separuh
baya yang menggantikan posisi Kemal. Arya bagaikan cermin atau lebih tepatnya
bagaikan guru. Dalam perjalanan Rayya bersama Arya ini, banyak hal yang
ditemukan tentang makna hidup. –Saya akan menguraikan beberapa yang saya ingat
dari film tersebut dan penafsiran/pemahaman yang saya dapat dari film tersebut.
“Aku mau ‘bunuh diri’, karena gak mungkin aku membunuh
orang lain.” Mungkin maksud dari kata-kata itu adalah membunuh diri sendiri
dari keinginan-keinginan ataupun sifat buruk yang ada pada diri dan bisa
merugikan orang lain. Karena ga mungkin kita menyuruh orang lain untuk
melakukan kebaikan sementara kita masih penuh dengan kemaksiatan. Menaklukan
syahwat , keinginan yang condong pada diri manusia untuk melakukan sesuatu.
Kalau saja kita sudah bisa menaklukan syahwat dan bertindak tidak menggunakan
syahwat, mungkin kita akan terhindar dari salah langkah dan menjernihkan segala
tindakan kita.
“Rayya, kamu itu punya jiwa yang kuat, bahkan lebih kuat
dari penderitaanmu” Arya berkata kepada Rayya. Mendengar kalimat ini saya
teringat perkataan Cak Nun saat maiyah di Jogja, kalau kita adalah khalifah
bagi diri kita. Segala rasa yang hinggap pada pikiran dan hati kita, bisa kita
perintah/atasi. Seperti jika keadaan pusing/mumet dating, katakanlah pada
dirinya “eh pusing, lu lima menit aja hinggap di pikiran gua !” kira kira
perintahnya seperti itu atau bagaimana terserah anda. Yang jelas kita adalah
khalifah bagi diri kita sendiri. Jadi, penderitaan seperti apapun gak akan
membuat kita menderita jika kita mau berbagi sedikit saja dengan penderitaan
itu dan menganggap itu bukanlah sebuah penderitaan.
“Kamu dulu kuliah dimana ?” Arya bertanya pada Rayya.
“Pertanyaan kamu salah, seharusnya ; kamu pernah kuliah
nggak ?” Rayya berkata
“Aku belum pernah kuliah, dan sekarang aku baru masuk
kuliah, Universitas kehidupan, jurusan pasar, dan alam sebagai dosen ku.”
Begitulah kira-kira jawaban yang diberikan Rayya.
Kehidupan ini adalah universitas yang sebenarnya. Alam
sebagai dosen, memberikan pelajaran yang tak kita dapatkan di lembaga lembaga
formal, alam memberikan pelajaran dan pengajaran serta tamparan bagi kita.
“Alim itu hubungannya sama agama, dan agama itu tentang
ketenangan batin dan kemampuan berpikir, dan orang yang alim pasti menutupi
agamanya. Seperti kita menghidangkan makanan, yang kita hidangkan adalah nasi
nya bukan kompornya” ~Arya.
Mungkin kalau kata Gus Dur “ berbuat baik lah kepada
semua manusia, karena orang yang berbuat baik tidak ditanya agamanya apa.”
Perumpamaan yang bagus dari kata kata diatas. Kompor itu
ibarat seperti agama, dan nasi adalah hasil kita mengolah kompor tersebut, kita
bisa menghidangkan hal yang bermanfaat bagi manusia yang lain berkat kita
mengolah kompor tersebut menjadi hal yang positif, tidak mengolah kompor tersebut
menjadi hal yang negative, seperti menjadikan kompor tersebut untuk membakar
rumah atau membakar tubuh kita. Nasi adalah hasil penghayatan kita terhadap
agama. Dan jika nasi itu tidak enak atau membuat orang memnjadi mati keracunan,
jangan salahkan kompornya, tapi salahkan orang yang memasak. Mungkin dia salah
meramu resep nya atau salah memasukkan antara garam atau racun.
“Marah itu metode social, boleh marah tapi jangan dengan
amarah” –Arya
Kalau quote yang ini saya juga kurang paham, tapi kemaren
sudah bertanya sama Om Aul dan beliau menjelaskan seperti ini : Maksud marah
boleh tapi jangan dengan amarah, seperti kamu ketika di kencingin sama balita
umur dua bulan, marah itu hanya sesaat kemudia flat(datar) kembali. Dan dari penjelasan Cak Nun , yang menghina
dan yang di hina itu mulia-an mana ? tentu yang dihina. Karena dengan dihina
kita mempunyai kesempatan untuk memaafkan,sabar,dll.
Dan dari beberapa dialog
antara Rayya dengan Arya, disitu jelas menjelaskan masalah
pencarian,perjalanan,dan cahaya. Sebenarnya apa yang kau cari ? Untuk menemukan
saja gak akan cukup sepanjang umur, apalagi untuk mencari. Kita harus
menyerahkan diri/tawakkal kepada Allah, biarkan Allah membimbing kita,
memperjalankan kita, seperti saat Nabi Muhammad diperjalankan dari masjidil
harom ke masjiidil aqso dan kemudian ke sidratul muntaha. Jika kita sudah di
perjalankan oleh Allah, maka segala semua kehidupan kita akan dijamin oleh
Allah. Dalam perjalanan kita menemukan berbagai peristiwa, pembelajaran dalam
hidup untuk menjadi manusia yang memanusiakan manusia. Seperti puzzle,
merangkai, mensinkronkan segala yang ditemukan dalam hidup ini.
Dan mereka yang tidak menderita dengan penderitaan mereka
itulah cahaya. Mereka tetap menebar senyum dengan tulus tanpa diminta . Taka da
penderitaan dalam senyum mereka. Mereka adalah cahaya diatas cahaya. Rakyat
yang terzolimi namun tetap kuat dan teguh dengan hidup mereka, merekalah
cahaya. Sedangkan Rayya, yang seorang artis, selebritis dengan segala kelebihan
yang dia punya tidak membuat dia bahagia, bahkan kemewahan yang dia punya pun
tak berguna ketika berada di pasar.
Dan dialog yang sangat keren menurut saya adalah ketika
Rayya berkata “Wahai dunia, aku mencintaimu dengan segala gemerlap yang kau
punya, tapi kau bukan pengantin ku dan aku bukan pengantin mu.” Perkataan itu
diulang sampai beberapa kali, jadi semacam ikrar pada diri sendiri. Atau kalau
Gus Miek menyebutnya dengan “talak tiga kepada dunia .“ Tidak diperbudak dunia
dan bebas dari segala keinginan dunia sehingga kita gak terperosok dalam kemewahan
dunia dan memalingkan kita untuk terus ingat kepada Allah.
Dan di akhir cerita, Rayya berkata “…..Rayya adalah kegelapan dan puncak
kegelapan Rayya adalah saat semua manusia menganggap baik Rayya” *Kalo gak
salah si begitu*
“Kita belajar bersama-sama memantulkan cahaya diatas
cahaya”- Nasehat terakhir Rayya.
Apa itu cahaya di atas cahaya ? Temukanlah !
~Masih banyak pelajaran dan hikmah yang bias diambil dari
film “Rayya” ini, ini hanya sebagian yang saya tulis dan saya ingat. Film ini
sangat cocok bagi Indonesia di tengah-tengah suguhan film sekarang banyak yang
tidak “berkualitas”, komedi bokep, horror bokep, cinta bokep, dll.
Semoga manfaat.
Description: Mamang Ojan Rating: 4.5
Great..love this film madly, Kang.
ReplyDeleteoase perfileman Indonesia....
Delete